Stay Connected with Kumon

 

Memasuki libur pasca lebaran dan pesantren Ramadhan tentu menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua. Pasalnya, setelah sebulan lebih tidak belajar dan anak-anak sudah keasyikan libur lebaran membuat sulitnya kembali fokus pada sekolah. Kenyataanya, kekhawatiran itu harus selalu dirasakan oleh orang tua pasca libur, entah libur sekolah, libur lebaran atau libur yang hanya tiga hingga empat hari saja. Namun, ada yang lebih mengkhawatirkan disamping sulitnya membiasakan anak  kembali ke rutinitas sekolah. Label “Anak bodoh” yang diberikan oleh teman-temannya atau bahkan gurunya sendiri menjadi cambuk besar yang tertancap kuat dipundak orang tua si anak atau bahkan anaknya itu sendiri. Perasaan yang menggebu, tak karuan, dan menyalahkan keadaan menjadi sesuatu mustahil untuk dilakukan. Entah menyalahkan anak, guru, atau bahkan sekolah rasanya tak mampu diutarakan.

Berkaca pada label “Anak Bodoh” yang disematkan oleh sebagian orang membuat saya teringat pada kisah inspiratif dari sosok Prof Yohannes yang berseliweran di sosial media, Tik Tok. Professor ahli fisika yang bernama Yohannes Surya pernah melakukan penelitian dan berusaha mematahkan label “Anak bodoh”. Beliau memilih anak-anak terpencil daerah Papua yang memiliki indeks kecerdasan yang rendah. Setelah ditelusuri, anak-anak yang tamat SMA tidak tau penjumlahan puluhan dan bahkan ada beberapa yang tidak bisa baca tulis. Kondisi ini justru sangat mengkahwatiran untuk anak tamatan SMA, bahkan label “Anak bodoh” rasanya sah-sah saja diberikan. Tetapi Prof Yohannes memandangnya dengan cara lain, beliau berpegang pada ilmu Quantum teaching yang menyatakan bahwa tidak ada siswa yang bodoh dan tidak ada siswa yang nakal. Yang ada adalah siswa yang belum berkembang karena cara, metodenya belum tepat. Oleh karena itu, untuk membuktikannya, prof Yohannes melatih anak- anak di sana selama dua tahun dan hasilnya sebanyak 12 anak Papua berhasil mendapatkan medali emas, perak dan perunggu di Olimpiade Sains tingkat Asia. Damn!!. Jadi label “Anak bodoh itu kemana?”

Label “Anak bodoh” ternyata hanya omongan belaka. Label “Anak bodoh” yang diberikan guru ternyata bukan karena anak itu tidak mampu tetapi metode dan gaya belajar yang digunakan gurunya saja tidak sesuai untuk sebagian anak. Labek “Anak bodoh” yang disematkan teman-temannya terjadi karena metode yang gurunya berikan cocok untuk temannya tetapi tidak untuk dia. Kuliah di jurusan pendidikan, dan sudah melalui fase Praktik Lapangan Kependidikan sangat merubah mindset saya terkait anak dan pendidikan. Ketika dahulunya saya berpikir bahwa pendidikan hanya seputar transfer ilmu pengetahuan dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu sudah berubah, bagi saya pendidikan tidak sesederhana itu, pendidikan mencakup ruang kompleks yang saling terikat magnet satu sama lain, pendidikan tidak hanya seputar ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana karakter itu bisa dibentuk secara kontiniu.

Sumber: Kumon. https://id.kumonglobal.com/ 

Lain halnya dengan anak, dahulunya saya mengira bahwa anak itu harus pintar di akademik baru bisa dibilang pintar, namun mindset itu terkalahkan bahwa setiap anak itu mempunyai potensinya masing-masing yang harus dimaksimalkan melalui pendidikan. Tetapi itulah kelemahan pendidikan kita saat ini yang belum bisa melihat pendidikan itu dari berbagai arah, yang belum bisa menemukan metode yang tepat untuk menghadapin sekian orang denga gaya belajar yang berbeda-beda sehingga masih membutuhkan pihak lain diluar pemangku pendidikan itu sendiri uuntuk memaksimalkan potensi generasi penerus. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih gaya belajar harus dimulai sendini mungkin, Kumon menjadi solusinya. Metode yang ditawarkan oleh Kumon dirancang sebaik mungkin untuk membantu setiap anak dalam memaksimalkan potensi belajar mereka dan mengembangkan kemampuan belajarnya.

Kumon hadir pada dasarnya karena keresahan orang tua terhadap perkembangan pendidikan anaknya. Keyakinan yang kuat bahwa tidak ada ada yang bodoh itu melahirkan srategi-srategi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya. Oleh karenanya, Kumon hadir dengan metode-metode yang tepat untuk menunjang anak memaksimalkan potensi yang dimilikinya, karena pada dasarnya setiap anak sudah memiliki potensinya masing-masing. Memiliki niat yang tulus untuk generasi penerus, Kumon memiliki beberapa filosofi yang membuatnya terus berkembang hingga saat ini. Diantasa filosofi yang mengakar kuat ialah “tidak ada kata ini sudah cukup baik pasti selalu ada yang lebih baik”, “Mencapai hasil maksimal dengan usaha minimal”, “Maju melampaui tingkatan kelas”, “Yang salah bukan anak” hingga filosofi lainnya yang mengantarkan Kumon menjadi pihak yang mendukung penuh potensi yang dimiliki anak sehingga bisa memaksimalkan pendidikanya.

Kumon hadir menawarkan program unggulan yang memebantu memaksimalkan potensi anak, seperti Kumon Connect. Kumon Connect merupakan cara belajar secara digital yang bertujuan untuk menjalin kedakatan antara orang tua, anak dan pembimbing Kumon. Selain Kumon Connect ini, anak juga bisa memaksimalkan potensi Bahasa Inggris dan Matematika melalui Kursus Bahasa Inggris Online dan Bimbel Matematika Anak. Program yang ditawarkan oleh Kumon sejatinya mengkolaborasikan tri pusat pendidikan yakni lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Kita tau bahwa ketika kolaborasi dari tri pusat pendidikan bagus maka tujuan pendidikan itu bisa dicapai. Oleh karena itu, mari untuk Stay Connected with Kumon !.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersama Bergerak Berdaya untuk Mewujudkan Bumi Berdaya dan Pulih Lebih Kuat

Nasabah Bijak: Sebuah Keharusan untuk Melindungi dari Penipuan

Si Paling Mobilitas dengan Laptop Canggih ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402)